Astabrata
Suatu Kajian Gaya Kepemimpinan
Astabrata dalam cerita Ramayana merupakan suatu wejangan yang diberikan oleh Prabu Ramawijaya kepada adiknya Raden Barata yang kala itu akan menjadi raja di kerajaan Ayodya menggantikan dirinya. Tidak hanya disinggung dalam lakon tersebut, masih dalam Ramayana, Astabrata juga disampaikan kepada Raden Wibisana saat akan menjadi raja kerajaan Alengka menggantikan kakaknya, Prabu Rahwana yang mati dalam peperangan Rama-Rahwana. Dalam cerita Mahabarata, Astabrata juga tetap dimunculkan, dalam lakon Makutharama diceritakan bahwa Astabrata disampaikan kepada Raden Arjuna oleh Begawan Kesawasidi yang tidak lain adalah Prabu Kresna yang merupakan titisan Prabu Ramawijaya, selanjutnya oleh Raden Arjuna, Astabrata disampaikan kepada putranya Raden Abimanyu dan kelak akan diwariskan kepada cucunya Raden Parikesit yang akan menjadi raja di kerajaan Astina.
Apa sebenarnya Astabrata yang disinggung dalam banyak lakon dan menjadi suatu pegangan para raja dan ksatria-ksatria besar?.
Pada intinya seorang pemimpin harus dapat memberikan kesejukan dan ketentraman kepada warganya; membasmi kejahatan dengan tegas tanpa pandang bulu; bersifat bijaksana, sabar, ramah dan lembut; melihat, mengerti dan menghayati seluruh warganya; memberikan kesejahteraan dan bantuan bagi warganya yang memerlukan; mampu menampung segala sesuatu yang datang kepadanya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan; gigih dalam mengalahkan musuh dan dapat memberikan pelita bagi warganya. Pemimpin dan rakyat adalah mitra kerja dalam membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi pemimpin, tanpa rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu melakukan tugas yang diembannya sendirian.
Astabrata terdiri dati kata Asta dan Brata
Asta berarti delapan
Brata berarti sikap atau tingkah laku
Astabrata berarti delapan pedoman/prinsip dalam bersikap atau bertingkah laku yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam kepemimpinan sosial. Delapan prinsip ini mengacu pada filosofi/sifat alam yaitu:
1. Mahambeg Mring Kisma (meniru sifat bumi)
“Watak pratala atau bumi atau lemah (Tanah); tansah adedana lan karem paring bebungah marang kawula. Hambeging bantala, werdine ila legawa ing driya; mulus agewang hambege para wadul. Danane hanggeganjar myang kawula kang labuh myang hanggulawenthah.”
Bumi bersifat suci dan kokoh. Seorang pemimpin yang meneladani sifat bumi senantiasa menjaga dirinya dari sifat-sifat tercela. Ia selalu menjaga kesucian perbuatannya, memiliki kekuatan yang kokoh, serta teguh dalam pendirian. Selain itu bumi juga bersifat adil. Barangsiapa menanam benih jagung akan tumbuh jagung, benih padi tumbuh padi. Adanya hadiah untuk yang berprestasi dan hukuman untuk yang melanggar juga harus dilaksanakan dengan baik.
Selain itu, bumi mempunyai sifat kuat dan bermurah hati. Selalu memberi hasil kepada siapa pun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin hendaknya berwatak sentosa, teguh dan murah hati, senang beramal, dan menjadi sumber kebutuhan hidup bagi siapa pun tetapi tidak bersifat sombong.
2. Mahambeg Mring Kartika (meniru sifat bintang) diteladani dari Batara Ismaya
“Watak Sudama atau lintang (Bintang); lana susila santosa, pengkuh lan kengguh andriya. Nora lerenging ngubaya, datan lemeren ing karsa. Pitayan tan samudana, setya tuhu ing wacana, asring umasung wasita. Sabda pandhita ratu tan kena wola wali. Hambeging kartika, tegese tansah dadya pepasrening ngantariksa madyaning ratri. Lakune dadya panengeraning mangsa kala, patrape santosa pengkuh nora kengguhan, puguh ing karsa pitaya tanpa samudana, wekasan dadya pandam pandom keblating sagung dumadi”
Bintang adalah benda alam lainnya yang juga sarat makna. Benda ini menghiasi langit namun tidak sekadar sebagai hiasan belaka. Bintang merupakan pedoman arah bagi para pelaut zaman dahulu untuk menentukan arah mata angin. Seorang pemimpin yang meneladani sifat bintang senantiasa menjadikan dirinya sebagai teladan yang bisa dipercaya. Ia mampu menjadikan dirinya sebagai pedoman yang baik sehingga anggotanya bersedia mematuhinya tanpa rasa keterpaksaan. Gaya kepemimpinan bintang selalu berusaha menunjukkan jalan yang benar kepada para bawahannya (Ing Ngarsa Sun Tuladha, Ing Madya Mbangun Karsa, Tutwuri Handayani), tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.
3. Mahambeg Mring Samirana (meniru sifat angin) diteladani oleh Batara Bayu
”Watak Maruta atau angin; teliti setiti ngati-ati, dhemen amariksa tumindake punggawa kanthi cara alus. Hambeging maruta, werdine tansah sumarambah nyrambahi sagung gumelar; lakune titi kang paniti priksa patrape hangrawuhi sakabehing kahanan, ala becik kabeh winengku ing maruta”
Angin selalu ada di mana-mana, tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong . Hendaknya seorang pemimpin bisa bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan golongan, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, baik itu yang kaya ataupun yang miskin. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, bisa mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya. Mampu memahami dan menyerap aspirasi rakyat.
4. Mahambeg Mring Candra (meniru sifat bulan) diteladani dari Batari Ratih
“Watak Candra atau rembulan (Bulan); noraga met prana, sareh sumeh ing netya, alusing budi jatmika, prabawa sreping bawana. Hambege candra yaiku rembulan, tegese tansah amadhangi madyaning pepeteng, sunare hangengsemake, lakune bisa amet prana sumehing netya alusing budi anawuraken raras rum sumarambah marang saisining bawana.”
Bulan memancarkan sinar kegelapan malam. Cahaya bulan yang lembut mampu menumbuhkan semangat dan harapan-harapan yang indah dan memiliki warna yang indah untuk dipandang. Apabila seorang pemimpin meneladani sifat rembulan maka ia hendaknya mampu memberi rasa nyaman bagi siapa saja yang memandangnya. Ia selalu bisa memberi kebahagiaan bagi siapa saja anggotanya yang mengalami kesedihan. Memberi “penerangan” bagi siapa saja anggotanya yang mengalami “kegelapan”, mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan dorongan atau motivasi untuk membangkitkan semangat rakyatnya, dalam suasana suka dan duka.
5. Mahambeg Mring Surya (meniru sifat matahari) diteladani dari Batara Surya
“Watak Surya atau srengenge (matahari); sareh sabareng karsa, rereh ririh ing pangarah. Hambege surya, tegese sareh ing karsa, derenging pangolah nora daya-daya kasembadan kang sinedya. Prabawane maweh uriping sagung dumadi, samubarang kang kena soroting Hyang Surya nora daya-daya garing. Lakune ngarah-arah, patrape ngirih-irih, pamrihe lamun sarwa sareh nora rekasa denira misesa, ananging uga dadya sarana karaharjaning sagung dumadi.”
Matahari adalah sumber kehidupan di muka bumi. Matahari sebagai sumber energi bagi makhluk hidup. Manusia dan hewan mendapatkan makanannya tumbuhan, sedangkan tumbuhan bisa “memasak makanan” berkat bantuan sinar matahari. Matahari memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan yang membuat semua makhluk tumbuh dan berkembang.
Jika seorang pemimpin meniru watak matahari tentunya ia akan selalu menjadi sumber kehidupan bagi rakyatnya (atau bawahannya). Ia akan selalu memajukan kreativitas anggota, bukan malah mematikannya. Seorang pemimpin hendaknya mampu menumbuh kembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negara dengan bekal lahir dan batin untuk dapat tetap berkarya.
6. Mahambeg Mring Samudra (meniru sifat laut) diteladani dari Batara Baruna
“Watak Tirta atau samudra (air); tansah paring pangapura, adil paramarta. Basa angenaki krama tumraping kawula. Hambeging samodra, tegese jembar momot myang kamot, ala becik kabeh kamot ing samodra; parandene nora nana kang anabet. Sa-isene maneka warna, sayekti dadya pikukuh hamimbuhi santosa.”
Lautan luas tak bertepi, setiap hari menampung apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala kotoran yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang laut, yang terlihat hanya kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan hati dan pandangan, dapat menampung semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian terhadap rakyatnya.
Laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua orang pada derajat dan martabat yang sama, sehingga dapat berlaku adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.
7. Mahambeg Mring Mendhung (Angkasa) diteladani dari Batara Indra
“Watak Mendhung; bener sajroning paring ganjaran, jejeg lan adil paring paukuman. Hameging hima, tegese hanindakake dana wesi asat; adil tumuruning riris, kang akarya subur ngrembakaning tanem tuwuh. Wesi asat tegese lamun wus kurda midana ing guntur wasesa, gebyaring lidhah sayekti minangka pratandha; bilih lamun ala antuk pidana, yen becik antuk nugraha”
Angkasa (atmosfer) melindungi bumi dari sengatan matahari serta benda-benda antariksa seperti meteor dan asteroid. Gaya kepemimpinan angkasa adalah melindungi dan mengayomi anggotanya dengan penuh tanggung jawab. Angkasa juga menurunkan hujan yang menjadi berkah bagi bumi. Hendaknya seorang pemimpin mampu memberikan manfaat yang baik kepada rakyatnya atau anggotanya. Langit itu luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam.
8. Mahambeg Mring Dahana (meniru sifat api) diteladani dari Batara Brahma
“Watak Dahana atau geni atau api; dhemen reresik regeding bawana, kang arungkut kababadan, kang apateng pinadhangan. Hambeging dahana, lire pakartine bisa ambrastha sagung dur angkara, nora mawas sanak kadang pawong mitra, anane muhung anjejegaken trusing kukuming nagara”
Api yang membakar dan menyala-nyala pun bisa diteladani oleh para pemimpin. Gaya kepemimpinan api selalu berusaha membakar semangat anggotanya. Seorang pemimpin yang bersifat api mampu memotivasi anggotanya dengan baik kepada kebaikan, memerangi kejahatan serta menghangatkan hati. Ia juga adil, memberikan kehangatan bagi siapa saja yang mendatanginya dari segala arah, tanpa membeda-bedakan golongan.
Selain itu api mempunya kemampuan untuk membakar habis dan menghancur leburkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan harus bisa menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.
Versi lain menyebutkan Astabrata terdiri dari matahari, rembulan, gunung, bumi, air, api, angin, dan air. Dengan pemaparan air dan gunung sebagai berikut:
1. Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air)
Air mengalir dan melarutkan banyak benda. Seorang pemimpin mampu memberikan solusi terhadap setiap permasalahan yang timbul. Air mengalir dari mata air menjadi sungai, muara dan akhirnya menjadi lautan yang menampung segalanya. Seorang pemimpin yang baik adalah dia yang bersifat seperti lautan yang luas. Dia berjiwa besar, tidak hanya mau menerima pujian saja, tapi juga saran dan kritik yang ditujukan kepadanya. Di samping itu, air mengalir dari tinggi ke tempat yang lebih rendah bermakna seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat sehingga bisa mengetahui kebutuhan riil rakyatnya sehingga membuat rakyat akan merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya di mana kehadirannya selalu diharapkan oleh rakyatnya.
2. Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung)
Seperti sifat gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi juga penuh hikmah tatkala harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan dengan cetusan kemarahan seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti halnya efek letusan gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.
Sumber :
Solichin. 2010. Wayang Masterpriece Seni Budaya Dunia. Jakarta : Sinergi Persadatama Foundation.
http://lelenggono.wordpress.com/2009/10/01/filosofi-astabrata/
Pakde Sutrisno atas wejangan Astabrata kepada penyusun