Sabtu, 25 Desember 2010

Dwi Satya, Dwi Darma, Tri Satya, Dasa Darma

Kode kehormatan pramuka terdiri atas janji disebut “Satya” dan ketentuan moral disebut “Darma”. Kode kehormatan ini sangat baik jika dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya terbatas dalam lingkungan kepramukaan namun dalam seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan bangsa dan negara yang seutuhnya.
Kode kehormatan yang sering kita kumandangkan saat mengikuti kegiatan kepramukaan kebanyakan hanya sekedar hafalan, tetapi kurang meresapi dan memandang manfaatnya. Melalui tulisan ini, penulis berharap pembaca dapat mengingat kembali satya dan darma luhur pramuka yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kode kehormatan pramuka disesuaikan dengan golongan usia dan perkembangan rohani dan jasmani. Hal ini dimaksudkan agar dapat dengan mudah mencerna dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari sejak dini dan diharapkan tidak terputus saat dewasa atau tidak lagi mengikuti pramuka.
Dwisatya dan Dwidarma untuk pramuka Siaga (7-10 tahun)
Trisatya dan Dasadarma untuk pramuka Penggalang (11-15 tahun), pramuka Penegak (16-20 tahun), pramuka Pandega (21-25 tahun), dan pramuka Dewasa (lebih dari 25 tahun).
a)   Dwi Satya
Dwi = dua; satya = janji
Aku berjanji :
1.  Akan bersungguh-sungguh menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mengikuti tata krama keluarga
2.  Setiap hari berbuat kebaikan
b)  Dwi Darma
Dwi = dua; darma = ketentuan moral  
1. Siaga berbakti kepada ayah bundanya
2. Siaga berani dan tidak putus asa
      c)   Tri Satya
      Tri = tiga; satya = janji
        Demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh: 
       1. menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengamalkan Pancasila 
       2.  menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri membangun masyarakat 
       3.  menepati Dasadharma
        d)   Dasa Darma
        Dasa = sepuluh; darma = ketentuan moral
        1.  Takwa kepada Tuhan yang Maha Esa
        2.  Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
        3.  Patriot yang sopan dan ksatria
        4.  Patuh dan suka bermusyawarah
        5.  Rela menolong dan tabah
        6.  Rajin, terampil, dan gembira
        7.  Hemat, cermat, dan bersahaja
        8.  Disipilin, berani, dan setia
        9.  Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
        10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan

        Jumat, 17 Desember 2010

        MAKNA ORNAMEN DALAM GUNUNGAN (WAYANG JAWA)

        Gunungan Melambangkan Pusat Seluruh Kehidupan, Lambang Ketuhanan
                    Gunungan dalam wayang biasa juga disebut kayon, yaitu salah satu unsur yang mendukung pergelaran wayang. Dalam gunungan terdapat ornamen yang sangat unik dan makna yang dalam. Disebut gunungan karena berbentuk segitiga, seperti gunung. Disebut kayon, semula berasal dari bahasa arab “chayu” yang berarti hidup.
                    Gunungan atau kayon merupakan pusat perkerilan yang diartikan sebagai lambang bahwa pada awal mulanya sebelum ada kelahiran, pertama kali yang ada adalah kayu (hidup), yang dimaksudkan sebelum Bapak Adam lahir ke bumi yang ada hanyalah pohon dan binatang – binatang buas.
                    Dalam ornamen gunungan di dalamnya terdapat berbagai lukisan sebagai berikut :
        1. Rumah dengan pintu tertutup
        2. Ular atau naga
        3. Rusa berekor
        4. Ayam di atas pohon / ayam alas
        5. Kera / monyet
        6. Banteng
        7. Singa / harimau
        8. Burung
        9. Kepala raksasa
        10. Dua raksasa bermulut lebar dan bersayap garuda
        11. Bejana berbentuk bunga padma
        dalam gunungan itu memiliki makna yang erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Makna dari masing – masing lukisan adalah sebagai berikut :

        Pintu gerbang melambangkan jalan masuk ke dalam alam gelap, yang merupakan batas antara alam terang (dunia fana) dengan alam gelap (alam baka / akherat) yang sering disebut juga kerajaan maut.
        Di alam baka segala sesuatunya diterima sebagai hal yang bernilai tinggi akan kemanfaatannya. Semua yang ada di sekitarnya dalam keadaan sangat subur dan makmur. Segala kehidupan di alam baka semua diliputi rasa tenang dan tentram.
        Makna tersebut dapat dilihat juga dalam cerita Dewa Ruci, yaitu sewaktu Bima masuk di dalam tubuh Dewi Ruci. Dilukiskan bahwa waktu Bima berada di dalam tubuh Dewa Ruci, seperti memasuki alam gelap, semua perasaan tertutup tiada merasakan sesuatu. Dalam suasana demikian itu, seolah – olah berada dalam kerajaan maut. Dalam keadaan gelap tersebut kemudian nampak bercahaya, tetapi tanpa penyinaran, sehingga banyak jalan menuju ke segala arah tanpa ada ujung pangkalnya. Hal yang demikian menggambarkan adanya petunjuk dari Sang Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Petunjuk / jalan yang diberikan oleh Tuhan tersebut juga tidak jelas mana yang benar dan mana yang salah.
        Dari makna tersebut Dr. Hidding mengemukakan bahwa kakayon itu diartikan sebagai lambang suatu tempat atau sumber hidup dan kehidupan dengan sifat baik dan buruk serta berbahaya. Kayon merupakan lambang atau gelanggang perjuangan semua sifat.

        Ular atau naga diartikan sebagai lambang sejatining urip, menggambarkan betapa sulitnya jalan berliku – liku yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan.

        Rusa yang berekor yang sering disebut komodo adalah binatang aneh yang diartikan sebagai lambang kemauan hidup yang bermacam – macam tanpa mempertimbangkan segi untung ruginya, hanya memburu kesenangan.

        Ayam di atas pohon melambangkan suatu tantangan hidup yang akan datang. Waktu fajar menyingsing selalu ditandai ayam berkokok. Suatu pertanda di hari esok penuh dengan tantangan kehidupan.

        Kera / monyet melambangkan ketangkasan dalam kehidupan yang belum tentu menjamin terkabulnya suatu keinginan dan merupakan binatang yang dapat menampilkan keuletan dalam menempuh kehidupan.

        Banteng melambangkan watak atau pendirian yang jujur, kuat, tidak / pantang menyerah demi tujuan yang suci.

        Singa / harimau adalah suatu lambang keindahan yang disertai gengsi atau kewibawaan dan juga tangguh dalam menghadapi lawannya.

        Burung melambangkan suatu kesenangan dan lambang ketentuan. Suara burung di fajar menyingsing merupakan pertanda ketentuan di hari esok.

        Kepala raksasa melambangkan kewaspadaan dalam menempuh jalan menuju kesempurnaan hidup. Dalam pewayangan tokoh ini ditampilkan sebagai penguasa hutan rimba. Dia adalah Batara Kala, dewa yang berkuasa atas keadaan sakit dan mati. Hutan rimba adalah tempat menempa tokoh ksatria dalam mencapai tingkat kesempurnaan hidup.

        Dua raksasa bermulut lebar dan bersayap garuda yang disebut bledegan, adalah lambang penguasa empat nafsu, yaitu mutmainah, supiah, aluamah, dan amarah.

        Bejana berbentuk bunga padma yang terletak di pucuk pohon, berisikan air suci. Air suci adalah air kehidupan yang diberikan oleh Sang Pencipta. Bagi yang memperoleh air tersebut dapat menyucikan hidupnya dan akan sempurnalah hidupnya.

        Dari uraian makna yang ada maka jelas bahwa lukisan yang ada pada gunungan mengandung makna filosofis dan mistik. Gunungan melambangkan pusat seluruh kehidupan, yang berarti lambang Ketuhanan (Tuhan YME). Sedangkan kayon adalah lambang permulaan hidup yang menjelma di dalam dan di atas kerajaan maut. Dari uraian yang ada, maka gunungan memiliki banyak fungsi tergantung ceritera yang akan dipagelarkan.

        Buana Minggu, 19 November 1989

        KALPATARU POHON PENGHARGAAN

        Kalpataru Sebagai Lambang Kehidupan dan Kelestarian Lingkungan Hidup


        Kalpataru, pohon keramat. Kalpa berarti keinginan atau penghargaan; taru berarti pohon; kalpataru berarti pohon pengharapan. Pohonnya keluar dari vas atau jambangan bunga yang sekaligus berfungsi sebagai tempat penyimpanan kekayaan.

        Vas bunga ini diapit oleh suatu jenis hewan seperti harimau, kijang, biri – biri, monyet, bajing, kinara kinari (makhluk sorga, berkaki dan bersayap burung dengan dada dan kepala manusia) atau diapit oleh jenis burung seperti angsa, merak, kakatua, atau pelikan. Puncak pohonnya juga diapit oleh sepasang burung tetapi kadang – kadang tanpa burung pengapit.

        Pohonnya sendiri berupa dahan, ranting, daun besar – besar serta bunga – bunga mekar, kadang – kadang ada burung di tengah pohon ini. Di puncak pohon sering ada payung yang disebut chattra. Pohon ini dapat mempunyai dua; empat; atau enam cabang, yang terakhir ini jarang ada. Pohon ini selalu digambarkan berbunga sedang mekar dan kadang – kadang dari kelopak bunga dimuntahkan untaian manik – manik. Perhiasan ini juga ditempatkan pada vas bunga dan pada leher kinara kinari.

        Pohon kalpa tidak dapat dilacak sebagai pohon yang nyata, pohon ini hanya khayal, hanya cita – cita. Kerimbunan pohon itu saja sering dicari persamaannya dengan pohon beringin, pohon bodhi atau pohon preh (disebut juga pohon lo). Pohon yang rimbun ibarat wanita yang subur dan ini ada hubungannya dengan pemujaan kepada Dewi Ibu. Pohon kalpa juga merupakan kesatuan antara Dunia Atas dan Dunia Bawah. Dunia Atas diwakili oleh beberapa jenis burung, Dunia Bawah diwakili oleh air (di dalam pohon), ular, kerbau, dan bumi.

        Kalpataru dianggap suci, dihormati, dan dipuja, sehingga dalam masyarakat Hindu (Indonesia sebelum datangnya Islam) pohon itu dianggap keramat. Hal ini sejalan dengan kepercayaan asli terhadap dinamisme dan animisme yang mempercayai adanya kekuatan gaib pada benda – benda dan adanya roh di sekitar manusia. Kekuatan gaib melekat pada benda besar seperti pohon, gunung, dan sungai. Dalam tradisi keraton di Jawa, pohon – pohon besar seperti beringin masih ditanam dan dihormati.

        Komponen kalpataru yang berupa hewan pengapit, vas bunga, kalung mutiara, chattra, dan burung di atas pohon, semuanya melambangkan berbagai aspek kehidupan. Hewan pengapit dan burung di atas pohon adalah penjaga keamanan, jadi lambang ketentraman. Vas bunga lambang kekayaan, kemakmuran, dan kesuburan. Pohonnya penuh dengan bunga mekar dianggap dapat memberikan : buah – buahan, makanan, pakaian, perhiasan, dan kekayaan serta kesenangan. Sedangkan Chattra melambangkan kesucian. 

        Kalpataru dengan semua komponennya mengandung perlambang: ketentraman, kemakmuran, kesuburan, kesenangan hidup, dan kesucian. Dapat disimpulkan bahwa kalpataru adalah lambang kehidupan yang sejahtera lahir dan batin.

        Sering kita menjumpai istilah penghargaan kalpataru, penghargaan ini ditujukan untuk seseorang atau kelompok masyarkat yang telah berpartisipasi dalam memelihara dan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Mengapa  lambang kalpataru yang dipilih? Hal ini dikarenakan kalpataru juga memiliki arti sebagai pohon kehidupan. Pendahulu Bangsa Indonesia menorehkan  pahatan kalpataru untuk menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup.